1. PENGERTIAN BANGSA
Bangsa atau dengan kata lain disebut nation merupakan kata dasar dari nasionalisme. Bila definisi nasionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia, maka secara politis, bangsa dapat diartikan sebagai sejumlah orang yang dipersatukan karena persamaan cita-cita dan kerinduan untuk bernegara sendiri.
Menurut HANS KOHN, nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya national counciousness (kesadaran nasional). Dengan kata lain, nasionalisme adalah formalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara sendiri. Kesadaran nasional inilah yang membentuk nation (bangsa) dalam arti politis, yaitu negara nasional.
Bila bangsa dalam arti politis berarti negara nasional, maka negara nasional itu sendiri merupakan suatu bentuk negara dimana rakyatnya mempunyai kehendak yang kuat untuk hidup bersama sebagai warga negara, terlepas dari perbedaan latar belakang, agama, ras, etnik, ataupun golongan. Sehingga bisa dikatakan bahwa negara nasional merupakan organisas bersama yang pasti mengemban dan menjamin perwujudan kepentingan rakyat. Sayangnya, keyakinan itu telah menempatkan negara pada posisi yang dominan.
Bila definisi bangsa menurut ERNEST RENAN adalah kehendak untuk bersatu dan definisi bangsa menurut OTTO BEUR adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib, maka menurut Bung Karno kedua definisi tersebut sudah sangat usang karena definisi bangsa harus tidak hanya memandang manusia dan perangainya namun juga harus memperhatikan geopolitiknya, yaitu tempat manusia tersebut hidup dan berpijak.
Unsur – unsur terbentuknya Bangsa, Berdasarkan pengertian diatas, dapat diuraikan bahwa bangsa memiliki unsur – unsur sebagai berikut :
a. Ada sekelompok manusia yang mempunyai kemauan untuk bersatu.
b. Berada dalam suatu wilayah tertentu.
c. Ada kehendak untuk membentuk atau berada di bawah pemerintahan yang dibuatnya sendiri.
d. Secara psikologis merasa senasib, sepenanggungan, setujuan, da secita –cita.
2. PENGERTIAN NEGARA
Beberapa abad sebelum Masehi, para filsuf Yunani: Socrates, Plato, danAristoteles sudah mengajarkan beberapa teori tentang “negara”. Telah mereka tentang ilmu negara dan hukum masih berpengaruh hingga saat ini kendati sesungguhnya pengertian mereka tentang negara pada waktu itu hanya meliputi lingkungan kecil, yakni lingkungan kota atau negara kota yang disebut “polis”. Maka dapat dimaklumi jika Plato menamai bukunya Politeia (soal-soal negara kota) dan bukunya yang lain Politicos (ahli polis, ahli negara kota). Aristoteles menamai bukunya Politica (ilmu tentang negara kota). Dari kata itulah asal kata “politik” yang berarti hal-ihwal dan seluk beluk negara atau kebijakan dalam menghadapi seluk-beluk negara. Pada waktu itu di Yunani digunakan kata polis untuk negara sedangkan di Romawi digunakan kata civitas dengan arti yang lebih kurang sama.
Istilah negara mulai dikenal pada masa Renaissance di Eropa dalam abad XV melalui Niccolo Machiavelli yang mengenalkan istilah Lo Stato dalam bukunya yang berjudul Il Principe. Semula istilah itu digunakan untuk menyebut sebagian dari jabatan negara, kemudian diartikan juga sebagai aparat negara, dan “orang-orang yang memegang tampuk pemerintahan beserta staf-stafnya”, maupun “susunan tata pemerintahan atas suatu masyarakat di wilayah tertentu”.
Negara merupakan integrasi kekuasaan politik, organisasi pokok kekuatan politik, agency (alat) masyarakat yang memegang kekuasaan mengatur hubungan antarmanusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala kekuasaan di dalamnya. Dengan demikian negara mengintegrasikan dan membimbing berbagai kegiatan sosial penduduknya ke arah tujuan bersama.
3. TEORI TERBENTUKNYA NEGARA
Teori tentang asal mula atau teori terbentuknya Negara dapat dilihat dari dua segi, yakni : teori yang bersifat spekulatif, dan teori yang bersifat evolusi.
a) Teori yang Bersifat Spekulatif
Teori yang bersifat spekulatif, meliputi antara lain : teori teokratis, teori perjanjian masyarakat, dan teori kekuatan/ kekuasaan.
a. Teori Teokrasi (ketuhanan) menurut teori ketuhanan, Penganut teori ini adalah Fiedrich Julius Stah, yang menyatakan bahwa negara tumbuh secara berangsur-angsur melalui proses bertahap mulai dari keluarga menjadi bangsa dan Negara.
b. Teori perjanjian masyarakat. Dalam teori ini tampi tiga tokoh yang paling terkenal, yaitu Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau. Menurut teori ini negara itu timbul karena perjanjian yang dibuat antara orang-orang yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu sama lain tanpa ikatan kenegaraan. Perjanjian ini diadakan agar kepentingan bersama dapat terpelihara dan terjamin, supaya ”orang yang satu tidak merupakan binatang buas bagi orang lain” (homo homini lupus, menurut Hobbes). Perjanjian itu disebut perjanjian masyarakat (contract social menurut ajaran Rousseau). Dapat pula terjadi suatu perjanjian antara daerah jajahan, misalnya : Kemerdekaan Filipina pada tahun 1946 dan India pada tahun 1947.
c. Teori kekuasaan/ kekuatan. Menurut teori kekuasaan/kekuatan, terbentuknya negara didasarkan atas kekuasaan/kekuatan, misalnya melalui pendudukan dan penaklukan.
Ditinjau dari teori kekuatan, munculnya negara yang pertama kali, atau bermula dari adanya beberapa kelompok dalam suatu suku yang masing-masing dipimpin oleh kepala suku (datuk). Kemudian berbagai kelompok tersebut hidup dalam suatu persaingan untuk memperebutkan lahan/wilayah, sumber tempat mereka mendapatkan makanan. Akibat lebih jauh mereka kemudian berusaha untuk bisa mengalahkan kelompok saingannya. Adagium thomas Hobbes yang menyatakan ”Bellum Omnium Contra Omnes” semua berperang melawan semua, kiranya tepat sekali untuk memotret kondisi mereka dalam persaingan untuk memperebutkan sesuatu. Kelompok yang terkalahkan kemudian harus tunduk serta wilayah yang dimilikinya diduduki dan dikuasai oleh sang penakluk, dan demikian seterusnya.
b) Teori yang Bersifat Evolusi
Teori yang evolusi atau teori historis ini merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga – lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan manusia. Sebagai lembaga sosial yang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan – kebutuhan manusia, maka lembaga – lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu, dan tuntutan – tuntutan zaman. Menurut teori yang bersifat evolusi ini terjadinya negara adalah secara historis-sosio (dari keluarga menjadi negara). Termasuk dalam teori ini yang bersifat evolusi ini antara lain teori hukum alam. Berdasarkan teori hukum alam ini, Negara terjadi secara alamiah.
4. UNSUR NEGARA
Dari beberapa pendapat mengenai negara tersebut, dapat disimpulkan bahwa negara adalah organisasi yang didalamnya harus ada rakyat, wilayah yang permanen dan pemerintah yang berdaulat (baik ke dalam maupun ke luar). Hal diatas disebut unsur-unsur negara. Unsur-unsur negara meliputi :
a. Rakyat, yaitu orang –orang yang bertempat tinggal diwilayah itu, tunduk pada kekuasaan negara dan mendukung negara yang bersangkutan.
b. Wilayah, yaitu daerah yang menajdi kekuasaan negara serta menajdi tempat tinggal bagi rakyat negara. Wilayah juga menajdi sumber kehidupan rakyat negara. Wilayah negara mencakup wilayah darat, laut dan udara
c. Pemerintah yang berdaulat, yaitu adanya penyelenggaraan negara yang memiliki kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan di negara tersebut. Pemerintah tersebut memiliki kedaulatan baik kedalam maupun ke luar. Kedaulatan ke dalam berarti negara memiliki kekuasaan untuk ditaati oleh rakyatnya. Kedaulatan ke luar artinya negara mmapu mempertahankan diri dari serangan negara lain
Unsur rakyat, wilayah dan pemerintah yang berkedaulatan merupakan unsur konstitutif atau unsur pembentuk yang harus terpenuhi agar terbentuk negara. Selain ada unsur rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat, ada unsur pengakuan dari negara lain. Pengakuan dari negara lain merupakan unsur deklaratif. Untur deklaratif adalah unsur yang sifatnya menyatakan, bukan unsur yang mutlak.
5. BENTUK NEGARA
Bentuk-bentuk negara yang dikenal hingga saat ini terdiri dari tiga bentuk yaitu Konfederasi, Kesatuan, dan Federal. Meskipun demikian, bentuk negara Konfederasi kiranya jarang diterapkan di dalam bentuk-bentuk negara pada masa kini. Namun, untuk keperluan analisis, baiklah di dalam materi kuliah ini dicantumkan pula masalah Konfederasi minimal untuk lebih meluaskan wawasan kita mengenai bentuk-bentuk negara yang ada.
A. Negara Konfederasi
Bagi L. Oppenheim, “konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh yang untuk mempertahankan kedaulatan ekstern (ke luar) dan intern (ke dalam) bersatu atas dasar perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap negara anggota Konfederasi, tetapi tidak terhadap warganegara anggota Konfederasi itu.”
Menurut kepada definisi yang diberikan oleh L. Oppenheim di atas, maka Konfederasi adalah negara yang terdiri dari persatuan beberapa negara yang berdaulat. Persatuan tersebut diantaranya dilakukan demi mempertahankan kedaulatan dari negara-negara yang masuk ke dalam Konfederasi tersebut. Pada tahun 1963, Malaysia dan Singapura pernah membangun suatu Konfederasi, yang salah satunya dimaksudkan untuk mengantisipasi politik luar negeri yang agresif dari Indonesia di masa pemerintahan Sukarno. Malaysia dan Singapura mendirikan Konfederasi lebih karena alasan pertahanan masing-masing negara.
Dalam Konfederasi, aturan-aturan yang ada di dalamnya hanya berefek kepada masing-masing pemerintah (misal: pemerintah Malaysia dan Singapura), dengan tidak mempengaruhi warganegara (individu warganegara) Malaysia dan Singapura. Meskipun terikat dalam perjanjian, pemerintah Malaysia dan Singapura tetap berdaulat dan berdiri sendiri tanpa intervensi satu negara terhadap negara lainnya di dalam Konfederasi.
B. Kesatuan
Negara Kesatuan adalah negara yang pemerintah pusat atau nasional memegang kedudukan tertinggi, dan memiliki kekuasaan penuh dalam pemerintahan sehari-hari. Tidak ada bidang kegiatan pemerintah yang diserahkan konstitusi kepada satuan-satuan pemerintahan yang lebih kecil (dalam hal ini, daerah atau provinsi).
Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat (nasional) bisa melimpahkan banyak tugas (melimpahkan wewenang) kepada kota-kota, kabupaten-kabupaten, atau satuan-satuan pemerintahan lokal. Namun, pelimpahan wewenang ini hanya diatur oleh undang-undang yang dibuat parlemen pusat (di Indonesia DPR-RI), bukan diatur di dalam konstitusi (di Indonesia UUD 1945), di mana pelimpahan wewenang tersebut bisa saja ditarik sewaktu-waktu.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi, di mana ini dikenal pula sebagai desentralisasi. Namun, kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat dan dengan demikian, baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan ke luar berada pada pemerintah pusat.
Keuntungan negara Kesatuan adalah adanya keseragaman Undang-Undang, karena aturan yang menyangkut ‘nasib’ daerah secara keseluruhan hanya dibuat oleh parlemen pusat. Namun, negara Kesatuan bisa tertimpa beban berat oleh sebab adanya perhatian ekstra pemerintah pusat terhadap masalah-masalah yang muncul di daerah.
Penanganan setiap masalah yang muncul di daerah kemungkinan akan lama diselesaikan oleh sebab harus menunggu instruksi dari pusat terlebih dahulu. Bentuk negara Kesatuan juga tidak cocok bagi negara yang jumlah penduduknya besar, heterogenitas (keberagaman) budaya tinggi, dan yang wilayahnya terpecah ke dalam pulau-pulau. Ada sebagian kewenangan yang didelegasikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, yang dengan kewenangan tersebut pemerintah daerah mengatur penduduk yang ada di dalam wilayahnya. Namun, pengaturan pemerintah daerah terhadap penduduk di wilayahnya lebih bersifat ‘instruksi dari pusat’ ketimbang improvisasi dan inovasi pemerintah daerah itu sendiri.
Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat secara langsung mengatur masing-masing penduduk yang ada di setiap daerah. Misalnya, pemerintah pusat berwenang menarik pajak dari penduduk daerah, mengatur kepolisian daerah, mengatur badan pengadilan, membuat kurikulum pendidikan yang bersifat nasional, merelay stasiun televisi dan radio pemerintah ke seluruh daerah, dan bahkan menunjuk gubernur kepala daerah.
C. Federasi
Negara Federasi ditandai adanya pemisahan kekuasaan negara antara pemerintahan nasional dengan unsur-unsur kesatuannya (negara bagian, provinsi, republik, kawasan, atau wilayah). Pembagian kekuasaan ini dicantumkan ke dalam konstitusi (undang-undang dasar). Sistem pemerintahan Federasi sangat cocok untuk negara-negara yang memiliki kawasan geografis luas, keragaman budaya daerah tinggi, dan ketimpangan ekonomi cukup tajam.
Perbedaan antara Konfederasi dengan Federasi, Negara-negara yang menjadi anggota suatu Konfederasi tetap merdeka sepenuhnya atau berdaulat, sedangkan negara-negara yang tergabung ke dalam suatu Federasi kehilangan kedaulatannya, oleh sebab kedaulatan ini hanya ada di tangan pemerintahan Federasi.
Perbedaan antara negara Federasi dengan negara Kesatuan, Negara-negara bagian suatu Federasi memiliki wewenang untuk membentuk undang-undang dasar sendiri serta pula wewenang untuk mengatur bentuk organisasi sendiri dalam batas-batas konstitusi federal, sedangkan di dalam negara Kesatuan, organisasi pemerintah daerah secara garis besar telah ditetapkan oleh undang-undang dari pusat.
Selanjutnya pula, dalam negara Federasi, wewenang membentuk undang-undang pusat untuk mengatur hal-hal tertentu telah terperinci satu per satu dalam konstitusi Federal, sedangkan dalam negara Kesatuan, wewenang pembentukan undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan umum dan wewenang pembentukan undang-undang lokal tergantung pada badan pembentuk undang-undang pusat itu. Di dalam negara Federasi, kedaulatan hanya milik pemerintah Federal, bukan milik negara-negara bagian. Namun, wewenang negara-negara bagian untuk mengatur penduduk di wilayahnya lebih besar ketimbang pemerintah daerah di negara Kesatuan.
Wewenang negara bagian di negara Federasi telah tercantum secara rinci di dalam konstitusi federal, misalnya mengadakan pengadilan sendiri, memiliki undang-undang dasar sendiri, memiliki kurikulum pendidikan sendiri, mengusahakan kepolisian negara bagian sendiri, bahkan melakukan perdagangan langsung dengan negara luar seperti pernah dilakukan pemerintah Indonesia dengan negara bagian Georgia di Amerika Serikat di masa Orde Baru.
Kendatipun negara bagian memiliki wewenang konstitusi yang lebih besar ketimbang negara Kesatuan, kedaulatan tetap berada di tangan pemerintah Federal yaitu dengan monopoli hak untuk mengatur Angkatan Bersenjata, mencetak mata uang, dan melakukan politik luar negeri (hubungan diplomatik). Kedaulatan ke dalam dan ke luar di dalam negara Federasi tetap menjadi hak pemerintah Federal bukan negara-negara bagian.
Sumber :
0 comments:
Posting Komentar