Senin, 24 Desember 2012

Siksa Budaya

Posted by Jefri Bisgo Kurniawan on 21.21

 Siksa Budaya


           Yang Tua pada saatnya nanti akan mati. Dan begitu pula dengan yang muda, lambat laun pasti akan mati. Entah karena sakit, dibunuh, kecelakaan atau bahkan karena terlalu serius memandang hidup. Seakan menjadi sajian penutup, dari warna & warni penghantar manusia menuju alam kematian.


            Hal sama tapi serupa,  juga dirasakan para pelestari budaya. Yang tersebar diberbagai pelosok Bumi Pertiwi ini. Sadar atau tidak, mereka seolah menjadi gerbang utama & terakhir dalam hal pelestarian budaya. Yang seakan sudah memliki kodrat melestarikan budaya, sejak masih dalam kandungan.

         Dan terkadang mereka sendiri tak tahu dari mana datangnya kodrat tersebut. Terlebih harus mereka patuhi secara mendadak. Entahlah, mengapa budaya itu sendiri, harus tetap ada & dipertahankan hingga saat ini. Jikalau harus mengorbankan banyak tetesan darah serta dibumbui tangis air mata kesedihan, untuk melestarikannya. Karena, dengan atau tanpa adanya budaya, kita tentu masih bisa terus bernapas terlebih hidup. 

        Hal menggelikan seperti inilah kesukaan manusia yang tinggal dikota. Melihat puluhan manusia, tanpa ijazah didadani seperti badut, terlihat polos sekaligus bodoh. Yang rela menahan rasa sakit ketika benda tajam & tumpul, mendarat secara bersamaan dibagian tubuh mereka dalam hitungan detik. Menjadi pemandangan  unik nan berbeda, yang bisa di perbincangkan ketika pulang nanti. Dengan kata lain, membawa buah tangan sebagai bukti pernah berwisata ketempat tersebut.

         Ketika rintik hujan membasahi permukaan bumi & kemudian di iringi dengan suara petir yang menggelegar. Tapi tak tahu dari mana asalnya. Seperti itulah mungkin juga, jerit rintahan tangis para pelestari budaya, yang rela menyiksa tubuhnya satu persatu dengan penuh penghayatan. Meski mereka tahu, semua itu tak berbalas.

    Hidup memang tak selalu enak, namun juga tak selalu di iringi dengan kata terpaksa. Begitulah potret para pelestari budaya, yang tidak ada satu pun orang mau tahu. Bagaimana rasanya menjadi tumpuan budaya, yang tak pernah di eluh-eluhkan oleh siapa pun. Meski secara perlahan tetapi pasti, sudah banyak yang meninggalkan tradisi lelulur yang menyiksa tubuh. Dan satu persatu pula, bertahan melestarikan tradisi lelulur tersebut. 

      Karena arti dari Pengorbanan adalah bagian kehidupan. Harusnya begitu. Bukanlah sesuatu untuk disesali. Tapi sesuatu untuk didambakan. Seleksi alam, yang akan terus berlangsung. Hingga mereka semua mati, dan budaya mengikuti kepergian mereka setelahnya.

Kesimpulan : Kita harus menemukan waktu untuk berhenti dan berterima kasih kepada orang-orang yang membuat perbedaan dalam hidup kita.

Sumber :  http://arsavin666.blogspot.com/2012/12/siksa-budaya.html

0 comments:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Search Site

 
  • Blogroll

  • Consectetuer

  • Popular

  • Comments